K.H. Hasyim Asy’ari
K.H Hasyim Asy’ari adalah
putra dari 10 bersaudara[1]
pasangan dari Kiai Asy’ari dan ibu nyai halimah. K.H. Hasyim Asy’ari kecil
dilahirkan di desa nggedang, jombang jawa timur pada tanggal 24 Dzulqa’dah 1287
H bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871 M. Ayahnya adalah pendiri
pesantren Keras. Kakek dari pihak ayah,
kiai usman adalah pendiri pondok pesantren Gedang. Pada masa kecilnya K.H.
Hasyim asy’ari belajar kepada orang tuanya sendiri, pada umur 13 tahun K.H.
Hasyim Asy’ari kecil telah sampai pada taraf badal atau guru pengganti, tidak
jarang murid yang diajarnya lebih tua umurnya dibandingkan dengan umur beliau. Ketika
berumur 15 tahun ia mulai mengembara mencari ilmu ke berbagai pesantren di
daerah jawa dan Madura.[2]
Ketika usianya mencapai 21 tahun tepatnya tahun 1891, K.H Hasyim Asy’ari
diambil menantu oleh Kiai Ya’kub, pemimpin Pesantren Siwalan Panji. Ia
dinikahkan dengan Khadijah.
Pada tahun 1892, K.H. Hasjim Asy'ari pergi menimba ilmu ke Mekah, dan berguru pada Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Syekh Muhammad Mahfudz
at-Tarmasi, Syekh Ahmad Amin Al-Aththar, Syekh Ibrahim Arab, Syekh Said Yamani, Syekh Rahmaullah, Syekh Sholeh
Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As-Saqqaf,
dan Sayyid Husein Al-Habsyi. Namun, pada tahun 1893, saat pasangan ini
tengah berada di Makkah, Khadijah meninggal di sana ketika melahirkan Abdullah.
Dua bulan kemudian Abdullah pun menyusul ibunya. Kala itu Hasyim tengah belajar
dan bermukim di tanah Hijaz. Tahun itu juga, Hasyim pulang ke tanah air. Namun
tak lama kemudian, ia kembali ke Makkah bersama adiknya, Anis, untuk belajar.
Tapi si adik juga meninggal di sana. Tahun 1900, ia pulang kampung dan mengajar
di pesantren ayahnya. Tiga tahun kemudian, 1903, ia mengajar di Pesantren
Kemuring, Kediri, sampai 1906, di tempat mertuanya, Kiai Romli, yang telah
menikahkan dirinya dengan putrinya, Nafisah.
Selama hidupnya, K.H. Hasyim menikah tujuh
kali. Selain dengan Khadijah dan Nafisah, antara lain ia juga menikahi Nafiqah,
dari Siwalan Panji, Masrurah, dari Pesantren Kapurejo, Kediri. Tahun 1899, 12
Rabi’ul Awwal 1317, ia mendirikan Pesantren Tebuireng. Lewat pesantren inilah
K.H. Hasyim melancarkan pembaharuan sistem pendidikan keagamaan Islam
tradisional, yaitu sistem musyawarah, sehingga para santri menjadi kreatif. Ia
juga memperkenalkana pengetahuan umum dalam kurikulum pesantren, seperti Bahasa
Melayu, Matematika, dan Ilmu Bumi. Bahkan sejak 1926 ditambah dengan Bahasa
Belanda dan Sejarah Indonesia dan pada
tahun 1926, K.H Hasjim Asy'ari menjadi salah satu pemrakarsa
berdirinya Nadhlatul Ulama (NU), yang berarti
kebangkitan ulama.
[2] Probolinggo
(Pesantren Wonokoyo), Tuban (Pesantren Langitan), Bangkalan, Madura (Pesantren
Trenggilis dan Pesantren Kademangan), dan Sidoarjo (Pesantren Siwalan Panji)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar