Beliau
adalah Abu Abdillah Muhammad Bin Idris As-syafi’I Al-Muttalibi Al-qurashi,
beliau lahir dari pasangan suami istri Idris bin Al-abbas bin Utsman bin Syafi’
bin As-saib bin Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim Al-muttalib bin Abdul Manaf dan
Fatimah binti Abdullah Al-Uzdiyah di daerah Gaza(Palestina) pada tahun 767 M /
150 H. Nasab Imam Syafi’i bertemu dengan nasab Rasulullah Shalallahu alahi wa
salam (SAW) yaitu pada Abdul Manaf . Imam syafi’I adalah seorang mufti besar dari aliran islam Sunni dan juga pendiri mazhab Syafi'i. Imam syafi’I meninggal pada akhir malam bulan Rajab tahun 820 M /
204 H di daerah Kairo (Mesir).[1]
Imam
Syafi’I kecil
Imam
Syafi’I dilahirkan pada tahun 150 H. bertepatan dengan meninggal dunianya Imam
Abu Hanifah. [2]Imam
Syafi`i sejak kecil hidup dalam kemiskinan. Ketika usia Imam Syafi’I mencapai
umur dua tahun ayahnya meninggal dunia dan setelah itu sang ibu membawanya ke
Mekah, tanah air nenek moyangnya. Ia tumbuh besar dalam keadaan yatim. Ketia ia
mulai masuk di bangku pendidikan, para pendidik tidak memperoleh upah mereka
rela tidak dibayar. Akan tetapi setiap
kali sang guru mengajar pada murid-muridnya, syafi’I kecil mampu menangkap
semua perkataan serta penjelasan gurunya, hal demikianlah yang membuat sang
guru rela tidak dibayar. Sejak kecil Syafi’I cepat menghafal syair, pandai
bahasa Arab dan sastra. Meskipun
dibesarkan dalam keadaan yatim dan dalam
kondisi keluarga yang miskin, hal itu tidak menjadikan beliau rendah
diri apalagi malas. Sebaliknya, keadaan itu membuat beliau semakin giat dalam
belajar dan menuntut ilmu. Pada umur 9 tahun beliau telah hafal Al Quran
seluruhnya.[3]
Pendidikan
Imam Syafi’i
Di Makkah, Imam Syafi’i berguru ilmu fiqh
kepada mufti di sana, Muslim bin Khalid Az Zanji sehingga ketika berusiah 15
tahun Imam Syafi’I sudah diberikan izin oleh beliau untuk memberikan fatwa.
Imam Syafi’I belajar fiqih dari para Ulama’ fiqih yang ada di Makkah, seperti
Muslim bin khalid Az-Zanji yang waktu itu berkedudukan sebagai mufti Makkah. Kemudian
beliau juga belajar dari Dawud bin Abdurrahman Al-Atthar, beliau juga belajar
dari pamannya yang bernama Muhammad bin Ali bin Syafi’, dan juga belajar dari
Sufyan bin Uyainah. Guru yang lainnya dalam fiqih ialah Abdurrahman bin Abi
Bakr Al-Mulaiki, Fudhail bin Al-Ayyadl, Sa’id bin Salim dan masih banyak lagi
yang lainnya.[4]
Selain di makkah, imam syafi’I juga belajar di
daerah-daerah lain, sperti di Madinah. Di Madinah Imam Syafi’I berguru fiqh kepada Imam
Malib bin Anas. Kepada Imam Mali ia mengaji kitab Al-Muwattha’ dan menghafalny
dalam waktu 9 malam. Selain belajar ilmu fiqh, Imam Syafi’I juga meriwayatkan
hadis dari Fudlal bin Iyadl, Sufyan bin Uyainah dan dari pamannya, Muhamad bin
Syafi’I dan lain-lain.
Imam
Syafi’I juga duduk menghafal dan memahami ilmu dari para Ulama’ yang ada di Al-Madinah,
seperti, Isma’il bin Ja’far, Ibrahim bin Sa’ad, Atthaf bin Khalid, Abdul Aziz
Ad-Darawardi. Selain itu, Ia juga banyak menghafal ilmu di majelisnya Ibrahim
bin Abi Yahya. Tetapi sayang, guru beliau Ibrahim bin Abi Yahya adalah pendusta
dalam meriwayatkan hadits, ia memiliki pandangan yang sama dengan madzhab
Qadariyah yang menolak untuk beriman kepada taqdir dan berbagai kelemahan fatal
lainnya. Sehingga ketika Abu Abdillah Muhammad Bin Idris As-syafi’I
Al-Muttalibi Al-qurashi telah terkenal dengan gelar sebagai Imam Syafi`i,
khususnya di akhir hayat beliau, beliau tidak mau lagi menyebut nama Ibrahim
bin Abi Yahya ini dalam berbagai periwayatan ilmu.[5]
Selain
di Makkah dan Madinah, Imam Syafi’I juga belajar di daerah Yaman, Ulama’ Yaman
yang didatangi oleh beliau ini seperti: Hisyam bin Yusuf Al-Qadli, Mutharrif
bin Mazin, dan banyak lagi yang lainnya. Setelah dari Yaman, beliau melanjutkan
belajarnya ke kota Baghdad di Iraq dan di kota ini beliau banyak mengambil ilmu
dari Muhammad bin Al-Hasan, seorang ahli fiqih di negeri Iraq. beliau juga mengambil ilmu dari Isma’il bin
Ulaiyyah dan Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi dan masih banyak lagi yang lainnya.
Imam
Syafi’i bertemu dengan Ahmad bin Hanbal di Mekah tahun 187 H dan di Baghdad
tahun 195 H. Dari Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi’i belajar ilmu fiqh, ushul
madzhab, penjelasan nasikh dan mansukhnya. Di Baghdad, Imam Syafi’i menulis
madzhab lamanya (madzhab qodim). Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun 200 H dan
menuliskan madzhab baru (madzhab jadid). Di sana beliau wafat sebagai syuhadaul
ilm di akhir bulan Rajab 204 H.
Kitab-kitab
karya Imam Syafi’I adalah sebagai berikut :
1.
Al-Risalah al-Qadimah (kitab al-Hujjah),
2.
Al-Risalah
al-Jadidah,
3.
Ikhtilaf
al-Hadits,
4.
Ibthal al-Istihsan,
5.
Bayadh
al-Fardh,
6.
Ahkam
al-Qur`an,
7.
Sifat al-Amr wa
al-Nahyi,
8.
Fadha`il al-Quraisy,
9.
Ikhtilaf
Muhammad bin Husain,
1. Ikhtilaf al-Malik wa al-Syafi`I,
1. Ikhtilaf al- Iraqiyin,
1. Kitab al-Umm,
1. Kitab al-Sunan.[6]
[1] http://www.alkhoirot.net/2013/12/biografi-imam-syafii.html
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Asy-Syafi%27i
[3] http://majlisdzikrullahpekojan.org/kisah-ulama/biografi-imam-syafii.html
[4] http://samhidayat.wordpress.com/2012/10/28/imam-asy-syafii/
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Asy-Syafi%27i
[6] http://www.alkhoirot.net/2013/12/biografi-imam-syafii.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar