Pada
suatu hari disebuah pondok pesantren terjadi hal yang sangat memlikuan, sang
kiyai “pengasuh podok” selalu terlihat sedih setelah burung beo yang di
milikinya meninggal dunia. Konon katanya burung beo tersebut adalah burung
kesayangannya, ketika burung beo tersebut masih hidup sang kiyai mengajari
burung beo dengan bacaan-bacaan dzikir, salam dll. Sehingga setiap hari sang
kiyai mendengarkan dzikiran burung beo. Suatu ketika kiyai melihat burung beo
sakit parah dan ahirnya meninggal.
Suatu
ketika ada kang santri yang tak tega melihat kiyainya terlihat selalu dirundung
sedih, sehingga dengan memberanikan diri santri tersebut menanyakan prihal yang
membuat kiyainya sedih.
Santri : maaf mengganggu pak kiyai. Kalo boleh tahu
kenapa pak kiyai selalu terlihat sedih?
Kiyai : begini loh kang, saya itu sedih karena
burung beo saya mati…
Mendengar jawaban
tersebut akhirnya kang santri dan teman-temanya membuat ide untuk membeli
burung beo dan akan di berikan kepada kiyainya. Tak perlu menunggu waktu lama
kang santri langsung patungan “iyuran” untuk membeli burung beo. Burung beo-pun
telah dibelinya dan akhirnya santri-santri tadi sowan kepada kiyainya dengan
membawa burung beo yang dibelinya tadi.
Santri : pak kiyai ini burung beo, kami sengaja membeli
agar pak kiyai tidak sedih lagi.
Kiyai : begini loh kang, saya itu bersedih bukan
karena burung beo saya mati akan tetapi saya itu sedih karena melihat kematian
burung beo yang mengenaskan. Setiap hari burung itu selalu bertasbih dan
bertahmid tanpa hentinya, akan tetapi ketika mati taka ada kata-kata pujian
yang di keluarkan oleh sibeo. Saya itu jadi takut kalo kita nanti matinya kaya
si beo yang setiap hari selalu dzikir akan tetapi ketika mati dzikirannya tak
keluar dari mulutnya. “naudzu billahi min dzalik”.
Ppkhm 31 agustus
2014 / 1:13 pm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar