Senin, 01 September 2014

Si beo yang malang



Pada suatu hari disebuah pondok pesantren terjadi hal yang sangat memlikuan, sang kiyai “pengasuh podok” selalu terlihat sedih setelah burung beo yang di milikinya meninggal dunia. Konon katanya burung beo tersebut adalah burung kesayangannya, ketika burung beo tersebut masih hidup sang kiyai mengajari burung beo dengan bacaan-bacaan dzikir, salam dll. Sehingga setiap hari sang kiyai mendengarkan dzikiran burung beo. Suatu ketika kiyai melihat burung beo sakit parah dan ahirnya meninggal.

Suatu ketika ada kang santri yang tak tega melihat kiyainya terlihat selalu dirundung sedih, sehingga dengan memberanikan diri santri tersebut menanyakan prihal yang membuat kiyainya sedih.
Santri   : maaf mengganggu pak kiyai. Kalo boleh tahu kenapa pak kiyai selalu terlihat sedih?
Kiyai   : begini loh kang, saya itu sedih karena burung beo saya mati…
Mendengar jawaban tersebut akhirnya kang santri dan teman-temanya membuat ide untuk membeli burung beo dan akan di berikan kepada kiyainya. Tak perlu menunggu waktu lama kang santri langsung patungan “iyuran” untuk membeli burung beo. Burung beo-pun telah dibelinya dan akhirnya santri-santri tadi sowan kepada kiyainya dengan membawa burung beo yang dibelinya tadi.
Santri   : pak kiyai ini burung beo, kami sengaja membeli agar pak kiyai tidak sedih lagi.
Kiyai   : begini loh kang, saya itu bersedih bukan karena burung beo saya mati akan tetapi saya itu sedih karena melihat kematian burung beo yang mengenaskan. Setiap hari burung itu selalu bertasbih dan bertahmid tanpa hentinya, akan tetapi ketika mati taka ada kata-kata pujian yang di keluarkan oleh sibeo. Saya itu jadi takut kalo kita nanti matinya kaya si beo yang setiap hari selalu dzikir akan tetapi ketika mati dzikirannya tak keluar dari mulutnya. “naudzu billahi min dzalik”.
Ppkhm 31 agustus 2014 / 1:13 pm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar