Sabtu, 08 Maret 2014

NIKMAT



Emang bener kata KH. Anwar zahid, “nikmat itu ngga harus enak”. Kalau dipikir-pikr, nikmat itu adalah sesuatu yang ada didalam batin, sama seperti cinta, nikmat itu tidak perlu alasan.
Hari ini, aku menulis status di FB ku “adakalanya pencabutan nikmat oleh tuhan itu dengan kekayaan”, tulisan itu bukan hanya sekedar tulisan, akan tetapi itu adalah renungan panjang dari hati ini. Begini penjelasaannya.

Ini bermula dari kebiasaan, sering kali ketika ada orang kampung dan pergi kekota mereka itu gawo “heran” dengan apa yang ada dikota. Mereka heran melihat cahaya lampu ibukota yang kerlap kerlip sinarnya, tak kita sadari itu adalah nikmat dari tuhan yang sangat agung, dimana orang-orang yang sudah lama hidup di perkotaan, mereka sudah tidak bias menikmati lagi kerlap-kerlipnya sinar lampu ibu kota, kadang mereka menganggap itu sebagai pengganggu ketenangan karena kemerlipan sinarnya tadi. Orang kota selalu menganggap orang desa dengan sebutan “KAMPUNGAN”, padahal dengan kekampungannya tadilah allah memberikan nikmat yang begitu agung sampai-sampai orang kaya tidak bias merasakannya.
Bukan hanya itu, contoh lain adalah ketika orang-orang kaya sudah bosan hidup, mau pergi kemana, karena “mungkin” mereka sudah mengelilingi dunia ini, mereka selalu jalan-jalan ke luar negri, amerika, Australia dll. Mereka makan di mall-mall besar yang ber AC, akan tetapi sebenarnya mereka itu tidak memiliki kenikmatan yang sesungguhnya. coba kita lihat anak-anak muda sekarang, gayanya jalan-jalan ke mall ia selalu memegang HPnya, I-pon nya, gayanya sibuk dengan jejaringan sosialnya, padahal tidaka ada BBM yang masuk, tidak ada sms yang masuk, gayanya sibuk dengan FBnya, padahal hanya bolak-balik di profil dan brandanya, itu adalah bukti bahwa sesungguhnya mereka itu tidak memiliki kenikmatan hidup, dimana mereka selalu memikirkan unsur-unsur duniawi, mereka selalu berlomba-lomba agar mereka terlihat gagah.
Berbeda dengan orang-orang yang ada dipedesaan “khususnya temen-temen desaku”, dia hanya bermain di persil “hutan pinus yang dekat dengan desaku”, disana dia mencari ranting-ranting pohon dengan temannya, sikap gotong royong terjalin, dimana teman yang satu dengan yang lain selalu saling membantu dalam mengumpulkan ranting-ranting pohon, mereka ngga harus jauh-jauh mencari pemandangan di luar negeri, mereka hanya berpindah tempat, mancing di sungai-sungai, dan bermain di sawah-sawah sembari membantu orang tuanya, kadang bermain dengan kerbau-kerbau penarik garu sawah. Akan tetapi nikmat itu sangat terasa. Ketika lapar mereka tak perlu ke mall-mall bertingkat sejuta, tapi mereka hanya berada di gubuk kecil di tengah sawah, mereka hanya memakan berlauk tempe yang dicampur dengan sambal yang di tempatkan pada daun pisang ditemani dengan kicauan burung-burung dan gercikan suara sungai, akan tetapi sekali lagi, nikmat itu begitu terasa. Mereka tak perlu membawa HP yang harganya mahal, akan tetapi mereka cukup membawa pancing yang harganya tidak mencapai RP. 1000’00, mereka tak perlu so sibuk dengan jejarinag social, akan tetapi mereka bernyanyi bersama, menyanyikan tembang-tembang jawa yang merdu itu.
Disini tidak ada kata-kata saingan akan tetapi mereka saling membantu untuk mencapai kesenangan. Begitu agunglah nikmat-nikmat allah, bukan hanya orang yang kaya yang bias merasakannya, akan tetapi orang-orang yang tidak kayapun bias merasakan kenikmatan yang lebih besar dari orang-orang yang kaya itu. Oleh karena itu, janganlah kalian memandang seseorang dengan materi yang dia miliki, karena sesungguhnya materi “harta” itu tidak menjamin akan mendatangkan kenikmatan yang besar dari allah swt.
Jogjakarta 16 nov 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar