Di subuh menjelang duha itu aku sudah berada di depan rumah “ndalem”
beliau, dengan ta’dzimnya aku bersama ayah dan pamanku menunggu sang calon guru
baruku keluar dari rumahnya, tak begitu lama kami berada di depan rumahnya,
seorang santri “ndalem” menemui kami dan berkata dengan nada yang sopan
“bade sowan teng kyai?” dengan wajah tersenyum pamanku menjawabnya “enggih,
bade sowan teng kyai imam” setelah itu kang santripun menjawab “ditunggu
saja sebentar ya pak, saya panggilkan dulu “ setelah itu kang santri masuk
ke rumah kiyai tersebut. Tak lama setelah itu terdengar suara pintu dari dalam
rumah “monggo monggo pinarak ” kata sang kyai, kamipun duduk ditempat
yang sudah disediakan.
Sowan adalah hal yang harus dilakukan ketika seorang anak akan belajar “mondok”
di sebuah pesantren “salaf”,dimana hal tersebut adalah adat atau
kebiasaan yang dilakukan di pondok-pondok salaf baik ketika pertama masuk ke
pondok pesantren ataupun ketika akan pulang kampung atau setelah pulang dari rumah asalnya “santri”. Apabila sowan
itu adalah sowan pertama santri akan masuk pondok pesantren, biasanya
santri tersebut diantar oleh keluarganya dengan tujuan sebagai bentuk
silaturahmi dan pemasrahan anak, dari keluarga si calon santri kepada sang
kiyai, Hal demikian dilakukan agar kemantapan orang tua dalam memasrahkan
kepada kiyai lebih terlihat. Berbeda halnya dengan sowan yang dilakukan
oleh santri ketika akan pulang kedaerahnya atau baru datang dari rumahnya,
biasanya sowan seperti itu
dilakukan bersama-sama dengan teman-teman santri yang lain. Berbeda halnya
dengan santri putri, biasanya baik pertama mondok, akan pulang kampung atau
baru dating dari kampung santri putri selalu ditemani oleh keluarganya karena
santri putri itu ketika akan atau setelah pulang, pondok pesantren memberikan
aturan harus dijemput atau diantar keluarganya dengan alasan untuk menjaga
keamanan santri putri dalam perjalanan.
Lama setelah kami bercengkrama dengan kiyai, mulailah ayahku
menyampaikan maksud dan tujuan kami datang ke ndalem beliau, “niki
kulo pasrahke putro kulo teng kiyai, puta kulo bade nderek ngaos teng kiyai”, kata
ayahku, kiya imam-pun dawuh “nggih, kulo izinke putrone jenengan
nderek ngaji teng riki” kiyai-pun melanjutkan perkataannya “le,,, mondok
iku ga enak, mangane opo onone, lauke yo mung terong, emi, bedo ne’ awakmu nang
umah, mangane iso enak-enak, pye nesih pengin mondok?” dengan nada tersenyum
dan bercanda kiyai imam menasehatiku dengan halus, ayah dan pamanku-pun
tertawa. Seperti kebiasaan di pesantren ketika sowan, kamipun dihidangi
jajan-jajanan dan minuman, biasanya sebelum tamu memakan dan meminum hidangan
yang disediakan, kiyai tersebut melarang tamunya untuk berpamit undur diri,
biasanya sang kiyai akan memaksa agar tamunya tersebut menikmati hidangan yang
sudah disediakan, karena itu adalah sebagai bentuk penghormatan dari tuan rumah
kepada sang tamu. Lama kami bercengkrama dengan beliau, kamipun undur diri
untuk pamit dari ndalem, akan tetapi sebelum kami keluar ndalem,
beliau-pun membacakan doa untuk kami.
Bagiku hidup dilingkungan pesantren adalah hidup yang menyenangkan,
karena dipesantren itu kita menjadi banyak teman yang berasal dari seluruh
penjuru nusantara, selain mendapatkan ilmu agama, dipesantren kamipun
disediakan lembaga non-agama, seperti Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah.
Selain sebagai kebutuhan pendidikan masakini, pendidikan yang berbasis non
islam adalah penunjang keilmuan agar walaupun kita berada di pesantren akan
tetapi kualitas keilmuan kita tidak berbeda dengan teman-teman yang belajar di
lembaga murni, malahan dengan kita belajar dipondok pesantren kita mempunyai
nilai plus yaitu kita bukan hanya mengetahui ilmu-ilmu umum, akan tetapi kita
juga mengetahui ilmu-ilmu agama yang bersiat ukhrowi.
KH. Imam Yahya Mahrus atau yang lebih umum dikenal oleh kalangan
santri beliau, disebut kiyai Imam adalah sosok yang sangat dikagumi oleh
siapapun, selain sifat beliau yang humoris, beliau juga memiliki khazanah
keilmuan yang sangat dalam. Terbukti, beliau adalah sosok kiyai yang sangat
ditunggu-tunggu nasehatnya oleh para santri yang ada di pondok pesantrennya,
selain penyampaiannya yang enak didengar dengan diselipi guyonan-guyonan ala
santri salaf, penyampaian beliau-pun sangat tegas dan mudah dicerna oleh
kalangan umum. Sehingga bukan hanya santri-santri yang ta’dzim kepada beliau,
akan tetapi masyarakat sekitarpun sangat ta’dzim kepadanya.
Keistiqmahan beliau dalam membimbing kami adalah suatu bukti
keseriusan beliau dalam menyiarkan agama allah tersebut. Selain itu, santri
juga diajak agar selalu tepat waktu. Setiap malam jam 10:00 beliau selau ngoprak-oprak
kami agar bangun dan mengikuti kegiatan harian pondok, yaitu istighosah.
Beliau selau mengitari gedung-gedung pondok pesantren dengan membawa sebatang
tongkat dengan mengetokkan ke lantai dan dawuh “qum,,,qum,,qum,,,”.
Suara kiyai imam adalah suara yang sangat berwibawa dan khas, sehingga hanya
dengan mendengarkan suara beliau, santri-santri pun langsung bangun dan
bergegas menuju mushola untuk mengikuti istigosah.
Beliau, kiyai imam adalah sosok yang pantas untuk ditiru, beliau
adalah sosok yang sangat peduli akan pendidikan, baik pendidikan agama maupun
pendidikan umum, sosok beliau adalah berjiwa istiqamah, dengan bukti walaupun
beliau dalam keadaan sakit, akan tetapi beliau masih mengajari santri-santrinya
dalam pengajian kitabnya. Beliau juga sangat memperhatikan
pendidikan-pendidikan umum, ketika beliau mengajar kitab nahwu beliau selau
mengajari kami bahasa arab fushohah, yaitu bahsa arab yang biasa digunakan untuk
percakapan dalam kehidupan sehari-hari orang arab. Dengan harapan agar para
santri bisa membaca kitab-kitab kontemporer dan bisa membaca majalah-majalah
yang berhubungan dengan tulisan arab, karena dalam bahasa kitab kuning itu ada
perberbedaan dengan bahasa orang arab yang digunakan pada masa kini. Dengan
santri-santrinya bisa membaca kitab-kitab kontemporer, maka khazanah
kesantrian-pun akan selalu berkembang dengan pemikiran-pemikiran ulama
kontemporer pada masa kini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar