Sabtu, 08 Maret 2014

SANG GURU




Di subuh menjelang duha itu aku sudah berada di depan rumah “ndalem” beliau, dengan ta’dzimnya aku bersama ayah dan pamanku menunggu sang calon guru baruku keluar dari rumahnya, tak begitu lama kami berada di depan rumahnya, seorang santri “ndalem” menemui kami dan berkata dengan nada yang sopan “bade sowan teng kyai?” dengan wajah tersenyum pamanku menjawabnya “enggih, bade sowan teng kyai imam” setelah itu kang santripun menjawab “ditunggu saja sebentar ya pak, saya panggilkan dulu “ setelah itu kang santri masuk ke rumah kiyai tersebut. Tak lama setelah itu terdengar suara pintu dari dalam rumah “monggo monggo pinarak ” kata sang kyai, kamipun duduk ditempat yang sudah disediakan.

Sowan adalah hal yang harus dilakukan ketika seorang anak akan belajar “mondok” di sebuah pesantren “salaf”,dimana hal tersebut adalah adat atau kebiasaan yang dilakukan di pondok-pondok salaf baik ketika pertama masuk ke pondok pesantren ataupun ketika akan pulang kampung atau setelah pulang dari  rumah asalnya “santri”. Apabila sowan itu adalah sowan pertama santri akan masuk pondok pesantren, biasanya santri tersebut diantar oleh keluarganya dengan tujuan sebagai bentuk silaturahmi dan pemasrahan anak, dari keluarga si calon santri kepada sang kiyai, Hal demikian dilakukan agar kemantapan orang tua dalam memasrahkan kepada kiyai lebih terlihat. Berbeda halnya dengan sowan yang dilakukan oleh santri ketika akan pulang kedaerahnya atau baru datang dari rumahnya, biasanya sowan  seperti itu dilakukan bersama-sama dengan teman-teman santri yang lain. Berbeda halnya dengan santri putri, biasanya baik pertama mondok, akan pulang kampung atau baru dating dari kampung santri putri selalu ditemani oleh keluarganya karena santri putri itu ketika akan atau setelah pulang, pondok pesantren memberikan aturan harus dijemput atau diantar keluarganya dengan alasan untuk menjaga keamanan santri putri dalam perjalanan.
Lama setelah kami bercengkrama dengan kiyai, mulailah ayahku menyampaikan maksud dan tujuan kami datang ke ndalem beliau, “niki kulo pasrahke putro kulo teng kiyai, puta kulo bade nderek ngaos teng kiyai”, kata ayahku, kiya imam-pun dawuhnggih, kulo izinke putrone jenengan nderek ngaji teng riki” kiyai-pun melanjutkan perkataannya “le,,, mondok iku ga enak, mangane opo onone, lauke yo mung terong, emi, bedo ne’ awakmu nang umah, mangane iso enak-enak, pye nesih pengin mondok?” dengan nada tersenyum dan bercanda kiyai imam menasehatiku dengan halus, ayah dan pamanku-pun tertawa. Seperti kebiasaan di pesantren ketika sowan, kamipun dihidangi jajan-jajanan dan minuman, biasanya sebelum tamu memakan dan meminum hidangan yang disediakan, kiyai tersebut melarang tamunya untuk berpamit undur diri, biasanya sang kiyai akan memaksa agar tamunya tersebut menikmati hidangan yang sudah disediakan, karena itu adalah sebagai bentuk penghormatan dari tuan rumah kepada sang tamu. Lama kami bercengkrama dengan beliau, kamipun undur diri untuk pamit dari ndalem, akan tetapi sebelum kami keluar ndalem, beliau-pun membacakan doa untuk kami.
Bagiku hidup dilingkungan pesantren adalah hidup yang menyenangkan, karena dipesantren itu kita menjadi banyak teman yang berasal dari seluruh penjuru nusantara, selain mendapatkan ilmu agama, dipesantren kamipun disediakan lembaga non-agama, seperti Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah. Selain sebagai kebutuhan pendidikan masakini, pendidikan yang berbasis non islam adalah penunjang keilmuan agar walaupun kita berada di pesantren akan tetapi kualitas keilmuan kita tidak berbeda dengan teman-teman yang belajar di lembaga murni, malahan dengan kita belajar dipondok pesantren kita mempunyai nilai plus yaitu kita bukan hanya mengetahui ilmu-ilmu umum, akan tetapi kita juga mengetahui ilmu-ilmu agama yang bersiat ukhrowi.
KH. Imam Yahya Mahrus atau yang lebih umum dikenal oleh kalangan santri beliau, disebut kiyai Imam adalah sosok yang sangat dikagumi oleh siapapun, selain sifat beliau yang humoris, beliau juga memiliki khazanah keilmuan yang sangat dalam. Terbukti, beliau adalah sosok kiyai yang sangat ditunggu-tunggu nasehatnya oleh para santri yang ada di pondok pesantrennya, selain penyampaiannya yang enak didengar dengan diselipi guyonan-guyonan ala santri salaf, penyampaian beliau-pun sangat tegas dan mudah dicerna oleh kalangan umum. Sehingga bukan hanya santri-santri yang ta’dzim kepada beliau, akan tetapi masyarakat sekitarpun sangat ta’dzim kepadanya.
Keistiqmahan beliau dalam membimbing kami adalah suatu bukti keseriusan beliau dalam menyiarkan agama allah tersebut. Selain itu, santri juga diajak agar selalu tepat waktu. Setiap malam jam 10:00 beliau selau ngoprak-oprak kami agar bangun dan mengikuti kegiatan harian pondok, yaitu istighosah. Beliau selau mengitari gedung-gedung pondok pesantren dengan membawa sebatang tongkat dengan mengetokkan ke lantai dan dawuh “qum,,,qum,,qum,,,”. Suara kiyai imam adalah suara yang sangat berwibawa dan khas, sehingga hanya dengan mendengarkan suara beliau, santri-santri pun langsung bangun dan bergegas menuju mushola untuk mengikuti istigosah.
Beliau, kiyai imam adalah sosok yang pantas untuk ditiru, beliau adalah sosok yang sangat peduli akan pendidikan, baik pendidikan agama maupun pendidikan umum, sosok beliau adalah berjiwa istiqamah, dengan bukti walaupun beliau dalam keadaan sakit, akan tetapi beliau masih mengajari santri-santrinya dalam pengajian kitabnya. Beliau juga sangat memperhatikan pendidikan-pendidikan umum, ketika beliau mengajar kitab nahwu beliau selau mengajari kami bahasa arab fushohah, yaitu bahsa arab yang biasa digunakan untuk percakapan dalam kehidupan sehari-hari orang arab. Dengan harapan agar para santri bisa membaca kitab-kitab kontemporer dan bisa membaca majalah-majalah yang berhubungan dengan tulisan arab, karena dalam bahasa kitab kuning itu ada perberbedaan dengan bahasa orang arab yang digunakan pada masa kini. Dengan santri-santrinya bisa membaca kitab-kitab kontemporer, maka khazanah kesantrian-pun akan selalu berkembang dengan pemikiran-pemikiran ulama kontemporer pada masa kini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar